Monday 28 March 2011

Pendidikan Islam Multikultural

Lembaga pendidikan Islam di era sekarang dihadapkan kepada perubahan yang mendasar, terutama memersiapkan siswa yang nantinya akan berintegrasi dengan masyarakat yang berasal dari berbagai macam latar belakang budaya, suku, dan agama. Untuk mendapatkan hasil maksimal dari sebuah proses pendidikan agama, ada dua hal sebagai “pekerjaan rumah (PR)” lembaga tersebut, terutama pendidik/guru agama Islam, yakni: para penddik tersebut sudah saatnya butuh pengertian yang mendalam dan harus merasa peka terhadap isu-isu pemahaman keagamaan yang sedang berkembang dalam masyarakat umum. Baru kemudian, para pendidik ini harus bisa membantu siswanya untuk sadar akan pentingnya memahami budaya yang bermacam-macam dalam masyarakat, khususnya dibidang keagamaan.
Jika tidak demikian, tampaknya lembaga pendidikan, khususnya Islam, sulit berpartisipasi dalam menengahi model-model pemahaman islam radikal yang sering dituduh sebagai penyulut munculnya ketidaknyamanan dalam masyarakat beragama. Lembaga-lembaga pendidikan, terutama dimasa akan datang, harus bisa memproduksi sarjana islam yang berpikiran moderatuntuk mewadahi berbagai macam pemahaman yang cenderung radikal itu.
Pendidikan multikultural merupakan strategi pembelajaran yang menjadikan latar belakang budaya siswa yang bermacam-macam digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan pembelajaran siswa di kelas dan lingkungan sekolah. Yang demikian dirancang untuk menunjang dan memperluas konsep-konsep budaya, perbedaan, kesamaan, dan demokrasi.Ada pula yang mengatakan pendidikan multikultural adalah sebuah ide atau konsep, sebuah gerakan pembaharuan pendidikan dan proses. Konsep ini muncul atas dasar semua siswa, tanpa menghiraukan jenis dan statusnya, punya kesempatan yang sama atau belajar disekolah formal.
Dua definisi di atas tampaknya lahir pada setting historis khusus, yakni pada lembaga-lembaga pendidikan tertentu di wilayah Amerika yang pada awalnya diwarnai oleh sistem pendidikan yang mengandung diskriminasi etnis, berbeda dengan sistem pendidikan (Islam) yang ditemukan di Asia terutama Indonesia, yang sejak awal begitu menampakkan diskriminasi radikal di dalam kelas. Perbedaan ruang kelas antara pria dan wanita pada lembaga-lembaga tertentu pada lembaga pendoidikan islam misalnya, tidak bisa langsung diartikan sebagai tindakan diskriminatif, karena yang demikian lebih dimaknai sebagai intisipasi terhadap pelanggaran moral baik dalam pandangan Islam dan kultur masyarakat.
Oleh karena itulah, pendidikan islam multikultural disisni lebih diartikan sebagai sistem pengajaran yang lebih memusatkan perhatian kepada ide-ide dasar islam yang membicarakan betapa pentingnya memahami dan menghormati budaya dan agama orang lain.
Secara konseptual, rumusan pendidikan Islam multikultural belum menunjukkan jati dirinya secara maksimal, khususnya di dalam lembaga-lembaga pendidikan islam formal. Bukan hanya pendidikan Islam multikultural yang belum dikembangkan, tetapi juga pendidikan agama multikultural saja belum ditentukan bentuknya seperti apa. Barangkali pada lembaga-lembaga tertentu sudah ada tetapi dalam status mata pelajaran muatan lokal.
Ada empat isu pokok yang dipandang sebagai dasar pendidikan Islam multikultural, khususnya di bidang keagamaan, yaitu: 1) kesatuan dalam aspek ketuhanan dan pesan-Nya (wahyu), 2) kesatuan kenabian, 3) tidak ada paksaan dalam beragama, dan 4) pengakuan terhadap eksistensi agama lain.
Sumber:
1.makalah pada Internasional Seminar on Multicultural Education, Cross Cultural Understanding for Democrary and Justice, Yoyakarta 26-26 Agustus 2005 hal. 8.
2.Donna M Gollnick dan Philip C. Chinn, Multicultural Education in a Pluralistic Society, edisi ke-5, (New Jersey, Columbus : Merill an imprint of Prentice Hall, 1998), hal. 3.
3.Jack Levy “Multicultural Education and Democrary in the United State”, makalah pada Internasional Seminar on Multicultural Education Cross Cultural Understanding for Democrary and Justice, Yoyakarta 26-26 Agustus 2005 hal. 8.

No comments: